Senin, 10 Oktober 2016

Aku Ingin Jadi Gelas

Aku Ingin Jadi Gelas
Oleh: Riswan R. Rahayu

Aku ingin jadi gelas
Kuat dan tabah sepertinya.
Panas atau dingin
‘tak pernah di keluhkannya.

Aku ingin jadi gelas
Sabar dan bijak sepertinya.
‘Tak pernah angkuh
‘tak jadi mengecil
Apapun isinya

Aku ingin jadi gelas
Bersahaja sepertinya
‘Tak pandang bulu
terima apapun
yang tertuang kepadanya.

Aku ingin jadi gelas
Gelas yang merindu
merindu bibirmu
bibirmu yang merah jambu.

Garut, 10 Okt. 2016

Minggu, 02 Oktober 2016

Aku Tahu, Aku Cinta Kamu

AKU TAHU, AKU CINTA KAMU

Aku tahu, aku cinta kamu,
Tapi percayalah, aku tak akan meyakinkanmu.
Jika, kau punya rasa yang sama,
Tentu, kau akan lakukan yang ‘tak berbeda.

Aku tahu, aku cinta kamu;
Karena aku cinta kamu, bukan
Karena kamu cinta aku, tapi
Karena aku cinta.

Aku tahu, aku cinta kamu,
Tapi percayalah, aku ‘tak akan memaksamu,
Jika, kau pilih bersamanya
Tentu, aku mengerti sepenuhnya.

Aku tahu, aku cinta kamu,
Kau pun tahu, dan
Biarlah seperti itu.

Garut, 13 September 2016
Riswan R. Rahayu

Kamis, 29 September 2016

Jika

JIKA

Jika agama ‘tak memberi ruang
pada keragamaan,
Aku taati nurani.

Jika Tuhan
Pencipta peperangan,
Aku puja perdamaian.

Jika sekolah ‘tak menciptakan
pembebasan,
Aku cari kemerdekaan.

Jika perkumpulan
‘tak menghasilkan perubahan,
Aku pergi menyendiri sebagai pilihan.

Jika negara ‘tak memberi keadilan,
Dan, jika keadilan
hanya di perdapat dengan pemberontakan,
Aku datang sebagai Pemberontak!

Riswan R. Rahayu
Garut, 22 September 2016

Tirani Dari Kamar Kosong

TIRANI DARI KAMAR KOSONG

Hiruk pikuk menyambutku ketika memasuki gapura
(perkampungan yang terendam banjir bandang)
Seperti masuk ke sebuah pasar tradisonal
lengkap dengan aromanya.
Relawan dan korban tak sukar di bedakan.
Seorang ibu berjalan gesit, menerobos kerumunan,
membagikan amplop yang dipegang erat dalam genggaman.
Lalu, Dewi Fortuna itu, dengan mata yang liar dan tajam,
lantas pergi dengan pengawalan.

Mataku terus berkeliaran,
sedang mulut tak dapat berucap di sepanjang jalan.
Sementara mata kaki lenyap ditenggelamkan
lumpur yang menutupi jalanan.

Nampak, seorang ibu berjalan berat,
mukanya tegap setengah pucat.
Matanya redup dan basah,
Dan sesekali menenangkan bayi dalam pangkuannya
yang meringis dan gelisah.
Ia terduduk pasrah,
Matanya mengitari ke segala arah.
Kemudian, Ia palingkan pandangan
pada bayinya yang resah.
Seolah Ia ingin berkata;
“Diam nak, kita tak apa-apa”.
Tangisannya tak jua reda
Ia lupa caranya berdusta.
Banjir yang menenggelamkan sampai atap rumah,
belum sirna dalam ingatannya.

Di hadapannya, mucullah para malaikat
Berjalan jinjit dengan sepatu pantofel mengkilat.
dikawal seorang kakek renta yang memikul barang,
bak seorang prajurit.
Kemudian seseorang mengeluarkan
sebuah kamera dan banner yang bertuliskan:
“BANTUAN UNTUK KEMANUSIAAN”,
Lengkap dengan logo yang terpasang di kemejanya.
Kakek itu diajaknya berfoto bersama,
bersalaman dan dipaksa tersenyum menghadap kamera.
Lalu, para malaikat itu bergegas, meninggalkannya.

Sekumpulan anak dengan pakaian compang-camping,
menyeretku dalam sebuah permainan.
Mereka bersuka cita, bermandikan lumpur tirani.
Seolah tak peduli dengan yang tengah terjadi.
Mereka tak peduli,
itu kutukan atau cinta kasih Sang Penguasa,
yang sedang ramai diperbincangkan di media masa.
Benar Dik. Kita tidak ada waktu
untuk menghakimi tragedi perikehidupan.
Hiduplah dengan kehidupan,
jangan kau korbankan jiwamu pada pengharapan.
Pun tragedi dan cobaan bagai hujan.


Riswan R. Rahayu
270916

#prayforgarut #garutbangkit #kopisendja